19 Oktober 2017

Si Seksi Merah Marun

Setelah September tahun lalu gue mengikuti kompetisi Compfest 8, September tahun ini pun gue mengikuti kompetisi Compfest 9. Kalau tahun lalu nama kompetisi yang gue ikutin adalah Hackathon, tahun ini adalah App Innovation Challenge (AIC). Kalau ditanya bedanya apa, gue harus jawab kayanya cuma beda nama dan sedikit ada perubahan format aja. Tapi secara jujur gue lebih memilih kompetisi AIC tahun ini yang jauh lebih manusiawi jika dibandingkan dengan Hackathon tahun lalu. Jadi intinya, ini kompetisi yang sama yang cuma berubah nama dan format.

Sewaktu masih Hackathon, semua tim peserta harus nyelesaiin aplikasi yang dicanangkan di venue lomba dalam waktu 24 jam (boleh nyicil jauh-jauh hari sebelum lomba). Setelah 24 jam berakhir, tim peserta dipanggil satu per satu untuk kemudian mempresentasikan sekaligus mendemokan aplikasi yang dibuat di depan beberapa juri. Juri-juri tersebut kemudian akan menentukan 10 finalis yang di dalamnya udah ditentukan 3 juara. Pada akhirnya 10 tim finalis inilah yang diundang untuk menghadiri acara Awarding Night. Selain finalis? Langsung pulang ke kampung masing-masing.

Ketika berubah format jadi AIC, panitia udah terlebih dahulu menyisihkan berpuluh-puluh tim hingga jadi 10 finalis. Nah, 10 finalis inilah yang pada akhirnya diundang ke venue untuk mendapatkan mentoring dari beberapa orang ternama di bidang start-up. Setelah mentoring, 10 finalis akan mendapat giliran untuk mempresentasikan sekaligus mendemokan aplikasi di depan beberapa juri. Penyerahan piagam dan piala (bagi yang menang) dilakukan di Awarding Night.

Dua kali ikut kompetisi yang sama dengan aplikasi yang sama, kita tetep gagal meraih kemenangan. Mungkin memang nasib, namun persiapan kita yang gak maksimal pun punya andil atas kegagalan ini. Tapi buat gue sendiri, pengalamannya itu sendiri udah gak ternilai sih. Kapan lagi lu bisa dapet masukan, kritikan, dan pujian dari mentor-mentor hebat? Hampir gak mungkin kalau lu gak ngikut acara sejenis.


Nah, empat paragraf di atas bukanlah inti cerita yang sebenarnya jadi bahasan di postingan ini.

Jadi setiap tim peserta diakomodasikan 1 kamar di Wisma Makara UI. Rata-rata satu tim dapet satu kamar, kecuali tim gue yang ada cewek-nya satu (Tiwi) selain gue dan Hafizh. Gue dan Hafizh pun kebagian kamar 202 (Kalau gak salah). Kamarnya enak dan cukup luas dengan spesifikasi berupa double bed, AC, meja dan kursi, TV, lemari pakaian, speaker yang terhubung dengan operator di lobby serta kamar mandi (beserta handuk dan perlengkapan mandinya), pokoknya lengkap deh.

Gue dan Hafizh pun langsung ke atas buat dinginin badan. Begitu masuk kamar, selain taruh barang bawaan kita pun celingak-celinguk sekeliling kamar, mencoba melihat sarana apa aja yang tersedia. Gue yang emang pake sweater pun langsung buka lemari buat ngegantung sweater. Tapi karena relatif pendek, jarak pandang gue pun terbatas, bilik lemari paling atas gak keliatan sama gue. Nah si Hafizh ini tinggi banget, dia pun tiba-tiba kaget ngeliat ada sesuatu di bilik lemari paling atas.

Hafizh:  Buseet! Bi! Ada BH ama kolor di lemari!
Gue:  SUMPAAH?!
Hafizh:  Gak percaya, liat aja sini!
Gue:  Gak nyampe jarak pandang gue, HAHAHAHA!

Gue yang penasaran pun langsung ngambil kursi, naik, dan menyaksikan langsung seutas BH merah marun dan kolor merah muda. Tergeletak diam tak berdosa, tua dan menyimpan misteri.

Siapakah pemilikmu wahai BH? Cantikkah iya?

P.S.
Gue sebenernya penasaran sama ukuran BH-nya. Cuma karena gue gak ngerti cara ngukurnya gimana, gue pun pasrah.

4 komentar:

  1. bawa pulang lumayan buat oleh2

    BalasHapus
    Balasan
    1. Gue gak mau ambil risiko sob, ada kemungkinan si empunya itu yang jagain kamar. Hahaha.

      Hapus
  2. Balasan
    1. Wahahahahaha, gue gak nonton videonya sih, gak ngerti ada adegan pelepasan daleman apa kagak...

      Hapus