11. Kesempatan

Tibalah saat pembagian rapor & benar dugaanku, Dinda lagi–lagi masuk 10 besar. Di semester 1 dia ranking 6 dan semester 2 naik ke ranking 4. Sedangkan aku dalam 2 semester ini selalu berada di peringkat 20-an. Aku kadang berpikir, mengapa orang bodoh sepertiku bisa mengaguminya. Mungkin aku termasuk orang yang tidak tahu diri. Liburan ini aku tidak berlibur ke luar kota, begitu pula Dinda.

"Asik nih yg ranking 4, traktir boleh lah haha.."

"Haha.. gak 3 besar gak ada traktiran Nan."
"Yah.. kecewa gua, eh Din besok kosong gak?"
"Kosong sih, knp Nan?"
"Ke toko buku yok, gua mau beli komik One Piece yg terbaru."
"Nggak ngajak Tio aja Nan?"
"Nggak Din, bosen dah sering sama dia." Aku beralasan klasik.
"Berdua doang nih?"
"Nggak kok, ini 1 kecamatan gua ajak wkwk.. Ya berdua ajalah Din.. -..- "
"Oh.. ngajak jalan nih ceritanya?"
"Kalo jalan capek Din, mending naek motor wkwk.."
"Bisa aja lo haha.. oke jam brp?"
"Jam 10 gua jemput ke rmh lo ya?"
"Ok." Percakapan di SMS berakhir & aku senang dia mau kuajak pergi, yes!

Esok harinya aku bersiap dengan motorku untuk menjemputnya. Di toko buku, dia yang bilangnya ingin melihat-lihat saja, akhirnya beli buku juga. Berbeda denganku yang suka komik, dia membeli novel teenlit. Sudah hampir waktu makan siang, aku mengajaknya makan somay dekat stadion kota.

"Nggak kerasa ya udah setahun."
"Iya Din, besok dah pisah kita, lo kayanya bakal IPA 1 deh."
"Pengennya sih tapi katanya IPA 1 diisi yang 5 besar selama 2 semester."
"Oh ya? lo semester 1 nggak 5 besar ya."
"Iya Nan, yah.. kalo nggak dapet, IPA 2 juga nggak apa-apa sih. Lo gimana?"
"Gua mah pasrah aja mau IPA berapa."

Saat selesai makan

"Berapa semuanya Mas?"
"18 ribu Mbak."
"Ini Mas." Sembari Dinda memberi uang 20 ribuan & aku membuka dompet.
"Udah Nan nggak usah."
"Hah? seriusan nih, nggak apa-apa bayar masing-masing aja."
"Udah.. gua traktir aja, semalem kan lo minta traktir."
Wah.. beneran nih? Padahal cuma bercanda. Jadi enak nih haha.."
"Haha.. sial lo Nan."

Sempat terpikir olehku untuk mengungkapkannya saat sampai di depan rumahnya namun aku masih tidak berani. Padahal itu adalah kesempatan terakhir sebelum berpisah. Ya, aku memang pengecut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar