12 Oktober 2012

The Essential of My Unrequited...

Malam-malam gue di Lampung sama di Solo gak beda jauh. Cuma beda merk laptop ama merk modem doang. Malam minggu kemarin gue dapat teman diskusi dan debat gue yang lama. Temen cewek yang paling dewasa di mata gue. Kita chatting-an via facebook, mencoba mencari suatu bahasan biar chatting kita lama, berakhir di sesi penggalauan, ah.

Sejauh apapun gue kuliah, entah kenapa chat isinya penggalauan. Dia mengomentari postingan SRABI ISI gue. Mencoba membesarkan hati temannya gue rasa.
"Di bagian fania, gue suka tulisan lo...
Sementara dia nulis lanjutannya, gue berpikir sejenak, mencoba menelan mentah-mentah chat-nya yang muncul di layar laptop gue malam itu, kemudian dia muncul dengan lanjutan dari kalimatnya yang terhentikan enter.
"....lo jujur ama diri lo sendiri..."
Dia benar, ada saat dimana kita mau gak mau mengikhlaskan seseorang untuk bahagia dijalannya sendiri, saat-saat pergantian status love dengan unrequited. I'm on that point in my timeline right now.
"Dan gue rasa, fania beruntung banget..."
--------------------------------------

Dan tadi malam pun kami ngobrol lagi, masih lewat media yang sama seperti sabtu malam yang lalu, dan masih dengan bahasan yang sama dengan minggu lalu. Dan gue pun memulai percakapan.
“Gue masih teringat obrolan kita beberapa hari yang lalu...
about being lucky enough...."
Sejak chat kita di sabtu malam yang lalu, gue mencoba untuk mencari sebentuk perasaan beruntung yang selama ini luput, gue rasa. Dan saat terakhir gue enter chat itu, gue sadar.
"Buat gue sekarang, itu jadi salah satu bahan ketawa gue, 
ternyata perasaan beruntung bukan hanya dicintai...
Ya, selama ini gue melupakan bagian paling penting dalam sebuah hubungan berbentuk unrequited love. Gue pun menutup inti singkat chat kita malam itu.
"...tapi, mencintai dia adalah salah satu bagian paling beruntung gue"

2 komentar: